Kisah ini bermula ketika aku sudah sangat nyaman dengan kehidupanku. Nyaman dengan kesendirian. Terbiasa dengan kesepian yang tidak benar-benar sepi. Kenyamanan yang entah aku dapatkan dari mana. Yang pasti semua berjalan lancar dan damai. Aku sangat sudah bisa berdamai dengan masa lalu. Sangat pula bisa berdamai dengan diriku sendiri. Dan di saat itulah, kamu datang.
Kedatangan yang sebenarnya sudah
aku hindari sebelumnya. Karena aku tahu apa yang akan terjadi dengan risiko
yang akan aku dapat setelahnya. Membuka hati, artinya harus siap untuk
menutupnya kembali. Dan benar saja. Engkau membuka hati yang sudah aku kunci
rapat-rapat.
Terbiasa yang menjadi biasa.
Nyaman. Mungkin itu yang terjadi. Satu dua kali, barang hal yang sangat tidak penting
sampai hal yang penting untuk diperbincangkan.
Mencoba untuk biasa, namun
akhirnya kenyamanan itu bukan malah menjadi biasa. Semakin aneh dan aku sendiri
tidak tahu itu apa. Mencoba memperjelas semuanya. Tentang apa yang sebenarnya
terjadi, tentang sebenarnya kita itu apa.
Perjelas itupun mencapai titiknya.
Kita, aku, kamu, tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Kita sama-sama
meyakini bahwa di antara kita tidak sedang baik-baik saja. Kita saling mencoba,
saling memperjuangkan. Sampai pada keyakinan bahwa segala hal-hal kecil kita
perbincangkan.
Sampai pada titik, terima kasih.
Terima kasih, kamu. Aku yang sudah cukup lama tidak meyakini akan bertemu
dengan orang sepertimu dipertemukan. Aku, nyaman kala itu. Terima kasih. Maaf,
jika pada akhirnya apa yang mungkin kamu ekspekstasikan tidak sesuai. Walaupun
ucapmu kala itu ‘aku tidak pernah menaruh ekspektasi apapun kepada orang lain’.
Kuharap apa yang kau ucap kala itu
benar. Apa yang menjadi ucapmu kala itu semua sesuai dengan apa yang sebenarnya
terjadi. Jikalau pun tidak? Tidak. Aku tetap berharap apa yang kau ucap adalah
benar dan sesuai.
Aku mengusahakan apa yang terbaik
yang bisa kuperbuat, menjadi orang se-sebenarnya aku. Aku tidak berusaha untuk
menjadi orang lain, untuk tahu apa yang akan menjadi reaksi setelah tahu
kebenaran diriku. Dan apa yang kuucap selalu kau pertimbangkan. Selalu mendapatkan
kesempatan untuk diberi tanggap. Yang bahkan, aku tidak pernah dapat hal itu
semua dari orang lain. Bahkan sekelas keluargaku sendiri.
Kucoba untuk selalu meluangkan
waktu. Bahkan di saat aku sebenarnya tidak bisa meluangkan waktuku. Kucoba
untuk bisa membalas apa yang menjadi bahasan. Kutahu, dan kuyakini kau pun melakukan
hal yang sama bukan?
Bahagia bisa mengenalmu lewat
jalur yang tak terduga ini. Mengenalmu yang bukan sekadar mengenal. Lebih dari
sekadar mengenal.
Tapi…
Semua tetiba berubah begitu saja.
Lalu, apakah ini?
Comments
Post a Comment